ILUNI UI Singgung Relevansi Presidential Threshold dalam Pilpres

JAKARTA, AKSIKATA.COM–  Ketua Umum Ikatan Alumni Universitas Indonesia (ILUNI UI) Andre Rahadian menyinggung relevansi ambang batas pencalonan presiden atau presidential threshold dalam sistem pemilihan presiden di Indonesia.  Berkenaan dengan presidential threshold 20 persen yang saat ini berlaku, Andre menilai relevansinya semakin dipertanyakan apabila yang digunakan merupakan hasil pemilu sebelumnya.

“Karena yang dipakai ini hasil pemilu sebelumnya. Pasti banyak yang berubah dalam lima tahun,” ujar Andre dalam sambutannya di acara diskusi virtual Forum Diskusi Salemba Policy Center ILUNI UI bertajuk “Merefleksikan Kembali PT 0 Persen, Demokrasi Kita di Persimpangan Jalan?”, Kamis (27/1/2021).

Andre juga mengingatkan adanya kemungkinan ongkos demokrasi akibat presidential threshold yang jadi lebih tinggi. Ketua KPK pun menyatakan adanya potensi presidential threshold menjadi sumber korupsi. Sehingga, konsekuensinya ada kemungkinan munculnya perdagangan yang tak diinginkan. Belum lagi, ada ancaman polarisasi di akar rumput seperti yang tercermin pada pemilu dan pilkada sebelumnya.

Untuk itu, Andre menyarankan pentingnya evaluasi dan refleksi atas peraturan presidential threshold yang telah dibuat. ILUNI UI pun berkomitmen untuk mengawal isu-isu yang menjaga keutuhan demokrasi bangsa.

“ILUNI UI dengan konsep Kohesi Kebangsaan mencoba mengumpulkan semua potensi yang ada di bangsa ini, utamanya dari alumni UI untuk bisa memberi kontribusi terutama bagi kemajuan demokrasi kita,” tuturnya.

Peneliti Komunikasi Politik sekaligus Inisiator JR Perubahan Sistem Pemilu Tanpa Presidential Threshold Effendi Ghazali membeberkan, konstitusi tidak mengenal adanya presidential threshold. Pada UUD 45 ketentuan presiden itu intisarinya hanya dua, salah satunya presiden dipilih oleh MPR dengan suara terbanyak. “Baru pada amandemen 3 pada 2001, pada pasal 6A (2), dijamin meniadakan presidential threshold,” tegas dia.

Effendi melanjutkan, sejak dikabulkan judicial review (JR) oleh Mahkamah Konstitusional (MK) pada 10 Januari 2013, baru dibacakan keputusannya pada 23 Januari 2014. Padahal keputusannya menurut Mahfud MD sudah dibuat pada 26 Maret 2013. “Jadi, untuk pemohon judicial review saat ini harus hati-hati. Bisa jadi nanti kalau pun Anda dikabulkan, sudah memasuki tahapan pemilu. Sehingga kalau presidential threshold tidak dikenakan lagi pada pemilu kita, baru akan dilaksanakan pada pemilu 2029,” kata dia.

 

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.