JAKARTA,AKSIKATA.COM – Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif/Kepala Badan Ekonomi Kreatif Sandiaga Salahuddin Uno menegaskan tidak ada toleransi ataupun kompromi bagi praktik tindak pidana korupsi (Tipikor) yang dilakukan di lingkungan Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif/Badan Pariwisata dan Ekonomi.
Hal itu disampaikan Menparekraf Sandiaga saat menghadiri Peringatan Hari Korupsi Sedunia (Hakordia) Tahun 2021 di Balairung Soesilo Soedarman, Jakarta, Senin (13/12).
Menparekraf juga menegaskan, dirinya ingin menciptakan lingkungan yang kondusif jauh dari praktik korupsi.
“Kita harus menciptakan lingkungan yang kondusif dan bebas korupsi, masyarakat sudah menyampaikan jajak pendapat bahwa mereka tidak ingin mentoleransi. Saya tegas mengimbau teman-teman di Kemenparekraf tidak ada kompromi untuk tindak pidana korupsi no negotiable semua harus sama berhadapan dengan hukum,” katanya.
Menparekraf mengungkapkan, berdasarkan surat edaran Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) nomor 26 tahun 2021 dan arahan Presiden Joko Widodo pada acara Hakordia tahun ini, tentang imbauan Hakordia adalah seluruh publik dan stakeholders terutama kementerian/lembaga harus meningkatkan kepedulian dan meningkatkan kesadaran publik di lingkup mana pun juga untuk pencegahan tindak pidana korupsi.
“Presiden saat itu memaparkan ada 3 isu utama yang disampaikan oleh masyarakat dalam berbagai jajak pendapat, yang pertama adalah lapangan kerja, ini di tengah-tengah pandemi dan tantangan ekonomi sangat dibutuhkan yaitu lapangan pekerjaan untuk memberikan penghasilan dan menyejahterakan masyarakat bagi mereka yang terpuruk saat pandemi. Kedua, keinginan pemerintahan yang bersih dan bebas korupsi hadir di Indonesia. Itu adalah feedback yang penting sekali dari masyarakat. Jadi pencegahan itu yang penting,” katanya.
Saat menghadiri Peringatan Hari Korupsi Sedunia (Hakordia) Tahun 2021, Menparekraf juga meluncurkan aplikasi Whistleblowing System (WBS). Aplikasi tersebut telah digagas sejak tahun 2018 untuk pengelolaan keuangan negara dan peresmian penggunaannya.
“Kami melihat ini sangat penting. Karena saya memulai WBS di korporasi relatif lebih awal. Saya memulainya pada 2007 sebelum perusahaan kami IPO dan go public, dan itu sebagai suatu persyaratan bagi perusahaan yang IPO adalah memiliki suatu sistem yang menampung segala keluhan terkait ESG (Environmental Social Governance),” katanya.
Sandiaga menjelaskan, kementerian 100 persen didanai oleh publik melalui pajak, meskipun terlambat namun semua harus cepat memastikan WBS ini terimplementasi.
Ia mengatakan, untuk awalnya pasti akan banyak kendala karena banyak masukan. Tetapi lebih baik memiliki sistem yang membludak terkait laporan-laporan pada awal mulanya sampai nantinya hanya laporan yang kredibel yang masuk. Dan itu sistem yang akan membuktikan.
“WBS ini diharapkan bisa menjadi budaya, bukan hanya ceremony. Ini harus diikutsertakan dengan kegiatan yang betul-betul dirasakan di setiap lini kedeputian. Kita ingin ASN muda tidak apatis melihat pelanggaran-pelanggaran yang terindikasi kepada tindak pidana korupsi. Jadi kita sendiri yang akan memastikan apakah sistem ini berjalan dengan baik atau hanya menjadi pajangan,” ujarnya.