SEMARANG, AKSIKATA.COM – Pembangunan tol Semarang-Demak terbentur masalah pembebasan lahan milik warga. Ini karena Status tanah warga yang tenggelam oleh air laut dinyatakan sebagai tanah musnah oleh pemerintah dan BPN.
Padahal ada beberapa warga yang memiliki sertifikat tanah (berupa laut) tersebut. Karena sebagai tanah musnah, pemerintah tidak untuk memberikan ganti untung. Karena statusnya dihapuskan secara otomatis.
Ini mengacu pada UU Nomor 5 tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-pokok Agraria, tanah musnah merupakan salah satu ayat yang membuat statusnya dihapuskan. Baik itu tanah dengan status SHM, HGB, maupun HGU.
Namun, warga beberapa desa di Kabupaten Demak menolak hal itu. Karena yang sebenarnya terjadi, tanah musnah itu rata-rata karena faktor alam. Seperti abrasi, bisa gempa bumi, dan lain sebagainya. Telah terjadi kenaikan permukaan laut dan penurunan tanah yang tiap tahun mencapai 10 sentimeter, akibatnya tambak warga yang ada disekitar lokasi tersebut mengalami abrasi dan tergenang air.
Tanah musnah itu bukan karena kesalahan warga, karena itulah warga tetap menuntut ganti rugi atas tanahnya yang dijadikan proyek jalan tol Semarang-Demak, yang saat ini pengerjaan fisiknya sebagian sudah berjalan.
Penetapan sebagai tanah musnah, selain melanggar hak warga pemilik tanah, boleh jadi juga sebagai salah satu modus untuk menekan biaya ganti rugi atas tanah yang akan terkena jalur pembangunan jalan tol Semarang-Demak.
SK BPN yang menyatakan penetapan lokasi bidang tanah yang terindikasi musnah tertanggal 24 Agustus 2021. Lokasi bidang tanah yang ditetapkan musnah terletak di Desa Sri Wulan dan Desa Bendono, Kecamatan Sayung, dan Desa Purwosari Kabupaten Demak dengan luas keseluruhan areal mencapai 160,547 hektar yang terbentang pada 273 bidang tanah.
Penolakan warga dengan membentangkan spaduk bertuliskan “Kami Warga Pemilik Tambak di Wilayah Semarang Menolak Penepatan Sebagai Tanah Musnah dan Ganti Rugi Talih Asih yang akan Terkena Jalan Tol Semarang-Demak”.
“Kami menolak penetapan sebagai tanah musnah, karena puluhan hektare yang terdampak jalan tol Semarang-Demak masih difungsikan untuk budidaya ikan bandeng, kerang, dan udang,” kata salah seorang pemilik tambak, Ngatino, usai rapat warga pemilik tambak di Rumah Apung, Kelurahan Tanjung Mas, Semarang Utara, belum lama ini.
Menurutnya, kalau dianggap musnah tidak benar karena ketika ada proyek normalisasi Banjir Kanal Timur (BKT) dua tahun lalu, dengan tanah dan objek pajak yang sama, itu dihargai dengan layak.