Lazismu Soroti Perilaku Berderma Masyarakat di Tengah Pandemi Covid-19

JAKARTA, AKSIKATA.COM – Lembaga amil zakat Muhammadiyah (Lazismu) merilis hasil survei terkait dampak sosial-ekonomi Covid-19 terhadap perilaku berderma masyarakat. Survei yang dilakukan Februari-Maret 2021 ini tepat di setahun pandemi Covid-19 melanda Indonesia, menyebut 79,7 persen responden masih rutin berderma.

Sita Rahmi, Ketua Tim Peneliti Survei Lazismu, Kamis (1/7/2021) memaparkan, hampir 8 dari 10 responden mengaku rutin berderma. Bahkan, 76,5% individu yang mengalami penurunan pendapatan setelah 1 tahun lebih pandemi juga mengaku tetap rutin berderma.

“Derma ini macem-macem. Ada yang ngasih uang di jalan, ini juga berderma, membantu. Jangan-jangan tidak ada hubungannya antara punya duit atau enggak dengan kemauan berderma. Intensi untuk membayar zakat fitrah dan zakat mal cukup tinggi,” jelasnya dalam pertemuan secara virtual. .

Bahkan, imbuh Sita, setelah masyarakat membayar zakat, mereka tetap ingin berdonasi untuk penanganan pandemi. Presentase intensi berderma tidak menurun, justru lebih tinggi dari survei tahun lalu ketika pandemi covid-19 baru berumur dua bulan di Indonesia. Sita menyebut bahwa pandemi meningkatkan sisi kemanusiaan masyarakat di semua level ekonomi.

Untuk diketahui, hasil survei Lazismu dengan jumlah responden 2.025 orang dan mayoritas dari Pulau Jawa menyebutkan, pandemi Covid-19 hingga bulan Maret 2021 menyebabkan penurunan pendapatan pada 69,5% responden survei Lazismu. Angka penurunan meningkat jika dibandingkan dengan tahun 2020 yang mencapai 66%.

Dampak ekonomi tersebut paling banyak dirasakan oleh kelompok rentan yang diwakili oleh perempuan (76,3%), individu dengan pendapatan di bawah 3 juta rupiah per bulan (78,7%), individu yang kehilangan pekerjaan (88,9%), pelaku UMKM (88,2%), pekerja harian atau pekerja lepas (87,2%), petani/peternak (84,4%), dan individu yang memiliki tanggungan 4-6 jiwa dalam keluarga (84,4%).

Berdasar jenis pekerjaan, pelaku usaha kecil paling terdampak penurunan penghasilan. Disusul pekerja lepas atau harian, petani, serta peternak. Penurunan pendapatan itu terjadi karena sebagian besar sektor informal melakukan pengurangan tenaga kerja atau efisiensi gaji selama pandemi.

“Meskipun sudah satu tahun pendapatan menurun, namun mayoritas tidak memiliki pekerjaan sampingan untuk menambah penghasilan tambahan. 57,6% responden tidak memiliki sumber pendapatan lain. Diantara yang memiliki pekerjaan sampingan tersebut memilih berdagang dan berjualan online, terutama ibu-ibu banyak yang berjualan,” paparnya.

Sita Rahmi mengatakan, penurunan penghasilan terjadi pada kelompok berpenghasilan kurang dari Rp 3 juta per bulan. ”Sudah pendapatannya kecil, turun pula. Ini karena Covid-19,” katanya

Ironisnya, lanjut Sita, pengeluaran masyarakat justru bertambah. Sekitar 69 persen responden yang mengalami kenaikan pengeluaran tersebut adalah orang-orang yang penghasilannya turun. ”Jadi, pendapatannya turun, tetapi pengeluaran naik,” katanya.

Ssebanyak 69,5 persen responden mengalami penurunan pendapatan. Lalu, 54 persen merasakan peningkatan pengeluaran dan 52,2 persen bertahan hidup dengan menjual aset.

“Meski kondisi ekonomi sedang susah, tapi masyarakat tetap semangat berderma dan saling membbantu. 76,5 individu yang mengalami penurunan pendapatan setelah setahun pandemi mengaku masih rutin berbagi,” katanya.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.