Geliat Pembangunan Daerah Demi Suksesnya Pembangunan Ekonomi Nasional

PEMBANGUNAN  infrastruktur dan ekonomi daerah yang berlangsung selama ini dianggap sebagai langkah yang tepat.
Ekonom Institute for Development Economics and Finance (Indef) Rusli Abdullah mengatakan, keberhasilan pembangunan infrastruktur dan ekonomi daerah bisa meningkatkan daya saing ekonomi nasional.
” Langkah presiden untuk membangun infrastruktur seperti transportasi  atau infrastruktur teknologi Informatika di daerah tersebut   meningkatkan daya saing  nasional.
Untuk itu, pembangunan infrastruktur memang harus terus digenjot. Terutama, di luar Pulau Jawa,” ungkap Rusli.
Menurutnya, infrastruktur dan pembangunan ekonomi daerah  baik di bidang transportasi maupun di bidang teknologi informasi di pelosok daerah perlu diperhatikan.
Keberhasilan pembangunan infrastruktur di pelosok daerah terluar dan terpencil bisa meningkatkan pemerataan ekonomi nasional.  Karena hal ini sangat realistis untuk meningkatkan akses penduduk dan juga pelaku usaha di daerah.
Meski begitu, ia menyarankan, pemerintah perlu melakukan upaya antisipasi agar tujuan awal pembangunan harus dijaga. ” Sebab setelah berhasil membangun infrastruktur di daerah, jangan sampai pemerintah memberikan karpet merah kepada barang impor yang sering kali menjadi momok menakutkan bagi sebagian produsen lokal,” paparnya.
Salah satu tujuan pembangunan infrastruktur hingga ke pelosok adalah membuka akses pasar. Dimana para pelaku usaha lokal bisa lebih mudah menjalankan bisnisnya.
Lembaga penelitian ekonomi INDEF
mengingatkan, dalam kondisi pandemi Covid-19 mesti ada skala prioritas. Jangan sampai proyek infrastruktur mengganggu penanganan Covid-19.
Presiden Joko Widodo (Jokowi) meyakini, infrastruktur yang terus berkembang dapat meningkatkan daya saing atau competitiveness bangsa. Menurut INDEF, pembangunan infrastruktur di daerah tak sekedar mendirikan bangunan.
” Membangun infrastruktur di daerah itu bukan hanya melulu fisik, tidak. Tetapi kita membangun sebuah kompetisi, membangun sebuah competitiveness (daya saing) dengan negara-negara lain,” papar Rusli.
Pembangunan infrastruktur di daerah yang merata di seluruh Indonesia merupakan wujud dari pengamalan keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.Upaya pembangunan saat ini telah bertransformasi dari Jawa-sentris menjadi Indonesia-sentris.
Karena itu,  jalan  yang dibangun jangan hanya yang di Jawa saja. Airport-nya, bandar udaranya yang dibangun juga jangan di Jawa dan Sumatera saja. Sebab warga di bagian timur juga memiliki hak yang sama untuk memiliki airport, memiliki jalan yang baik.
Pembangunan infrastruktur yang dilakukan di seluruh Indonesia adalah bagian dari upaya untuk membangun peradaban.  Hal ini yang sering tidak  kita sadari bahwa infrastruktur itu membangun peradaban.
Dicontohkan  pembangunan jalan dari Halmahera Utara ke Sofifi, Provinsi Maluku Utara telah membangun peradaban baru. Dari yang dulunya ditempuh dengan berjalan kaki sekarang dapat ditempuh dengan kendaraan.
Misalnya mengutip ucapan Presiden Joko Widodo beberapa waktu lalu, sekarang ada Bandara, artinya apa? Kita disiplin harus tepat waktu karena datang ke Bandara untuk terbang ke kota lain dan waktunya/jamnya sudah ditentukan, kalau tidak, berarti ditinggal oleh pesawat. Itu juga membangun kedisiplinan baru.
Pembangunan infrastruktur di seluruh wilayah Indonesia terus digenjot di era pemerintahan Joko Widodo (Jokowi)- Ma’ruf Amin.
Dengan adanya pembangunan infrastruktur konektivitas antara satu daerah ke daerah lainnya tersambung dengan baik.
Namun, untuk ke depannya diperlukan skema baru agar pembangunan infrastruktur tidak membebani keuangan negara.
Dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) 2021, pemerintah menargetkan rasio utang terhadap produk domestik bruto (PDB) berada di kisaran 30,4%, lebih tinggi dibandingkan 29,9% yang diperkirakan dicapai tahun ini.
Pemerintah telah berulang kali menegaskan bahwa utang akan dikelola dengan hati-hati dan akan digunakan untuk berbagai tujuan produktif, seperti pembangunan infrastruktur untuk meningkatkan daya saing produk berorientasi ekspor dan produk untuk kecukupan kebutuhan logistik dalam negeri.

Menurut  INDEF, ada beberapa poin yang harus diperhatikan pemerintah ke depannya.
Pertama terkait return of investment atau ROI.
Dalam keterbatasan kemampuan fiskal, pemerintah tetap harus membangun infrastruktur daerah untuk mendukung pertumbuhan ekonomi, yaitu dengan mengundang partisipasi swasta. Dalam hal ini, pemerintah kembali harus memperhatikan disiplin investasi. Pemerintah harus mampu memberikan dukungan yg memadai, sehingga proyek-proyek infrastruktur yg ditawarkan kepada swasta untuk dibangun dapat memiliki profil risk-return yang menarik dan dengan tingkat ROI yang sesuai dengan permintaan pasar keuangan.
Kini sejumlah pemerintah daerah menghadapi banyak pekerjaan rumah (PR) untuk memajukan daerah tersebut.
Supaya kesalahan serupa tidak terulang, pemerintah daerah harus menerapkan sifat egaliter. Artinya ada kolobarasi antara pemerintah dengan masyarakatnya dalam mengambil keputusan.
Collaborative government itu artinya pemerintahan (daerah) harus bersifat egaliter. Pemerintah akan banyak melibatkan masyarakat dalam pengambilan keputusan yang memang dampaknya untuk masyarakat itu sendiri.
Collaborative government atau pemerintahan kolaboratif adalah membuka selebar-lebarnya ruang untuk menampung aspirasi dan partisipasi masyarakat dalam kerja-kerja pembangunan. Muaranya untuk kebaikan bersama.
Dalam bahasa UUD (undang-undang dasar), memajukan kesejahteraan umum. Di barat disebut public good, di latin namanya bonum publicum, dan dalam Islam namanya maslahah ar raiyyah. Kemaslahatan rakyat.

Sementara pemerintahan model lama,, menerapkan pola pemerintahan dengan corak tidak peka. Contoh paling nyata perlakuan pemerintah daerah, terhadap rekomendasi-rekomendasi musyawarah rencana pembangunan (Musrenbang). Rekomendasi Musrenbang kerap diabaikan. Dampaknya, Musrenbang itu sendiri akhirnya hanya lips service atau sekadar formalitas.
Musrenbang merupakan sebuah sistem perencanaan pembangunan dengan alur dari bawah ke atas (bottom up). Tujuannya, arah pembangunan sesuai dengan kebutuhan masyarakat. Dampaknya yang terjadi di beberapa daerah. rekomendasi pembangunan dari musrenbang tingkat kelurahan nyaris tidak pernah diimplementasikan. Alasannya klasik, keterbatasan dana. Pemerintahan kolaboratif sangat tepat diberlakukan.
Pembangunan di manapun mestinya lahir dari kebutuhan masyarakat, kebutuhan dari banyak pihak. Bukan merupakan rancangan eksklusif pemerintah belaka, sebagaimana yang terjadi selama ini.
Rusli menilai, sulit dibayangkan adanya perubahan, jika pemerintah tetap berpikir top down dan tertutup dari publik. Padahal, dari dulu selalu didengungkan pentingnya melibatkan masyarakat dalam pembangunan, baik sejak perencanaan maupun pelaksanaan.
Ada pengamat  ekonomi dan pembangunan yang menilai kunci keberhasilan daerah dalam pembangunan berada di empat komponen. Mereka adalah Sekretaris Daerah (Sekda), Badan Perencanaan Pembangunan Daerah, Dinas Keuangan, dan  Aparat Pengawasan Intern Pemerintah (APIP).
Jika keempat itu baik, yakinlah semua akan baik.
Apabila Sekda memiliki kapasitas dengan perencanaan anggaran yang baik. Maka akan memliki hasil yang baik pula dan dapat pembangunan yang lebih baik.
Untuk kepala Bappeda, kata Rusli,  harus memiliki kompentensi dalam menyusun program. Sehingga program pembangunan secara menyuluruh akan menuai peningkatan dan akan menjadi baik.
Jika suatu perencanaan buruk atau hancur, apapun yang diharapkan agar lebih tidak akan tercapai. Karena, dari awal sudah dilakukan tidak baik, otomatis hasilnya juga tidak baik alias buruk.
Di samping itu, Dinas Keuangan harus memiliki kompentensi dalam mengontrol keuangan. Karena jika tidak, semua akan hancur tidak sesuai dengan perencanaan.
“Terakhir, perlunya peran APIP. Lembaga ini, berperan melakukan review atau pengkajian ulang dari awal perencanaan hingga penerapan di lapangan,” paparnya.

Ketua Umum Gabungan Asosiasi Pengusaha Makanan Minuman Indonesia (GAPMMI) Adhi S. Lukman menyampaikan, hilirisasi industri di daerah sangat penting karena mendongkrak nilai tambah yang signifikan di dalam negeri. Apalagi, saat ini industri nasional didorong agar bisa masuk dalam rantai pasok global serta mampu menghadapi era Industry 4.0.
Karena itu menurutnya, harus ada kebijakan untuk mengolah sumber daya alam lokal agar value added-nya tinggi. ” Melalui industrialisasi, tentu akan memberikan multiplier effect bagi perekonomian seperti penciptaan lapangan pekerjaan dan pembayaran pajak,” ungkap Lukman.
Kementerian Perindustrian telah menetapkanenam kebijakan prioritas industri nasional, yang sejalan dengan arah Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) tahun 2019-2025. Arah strategis tersebut meliputi peningkatan daya saing dan produktivitas, penumbuhan populasi industri, serta pengembangan perwilayahan industri di luar pulau Jawa.
Mengingat pentingnya peran sektor industri di daerah dalam memberikan kontribusi terhadap perekonomian nasional, maka perlu kebijakan untuk mengakselerasi pertumbuhannya.
Pertama, kebijakan yang dilakukan Kemenperin adalah peningkatan kompetensi SDM industri di daerah. Upaya ini, antara lain melalui program pendidikan vokasi yang link and match antara Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) dengan industri, Diklat 3in1, serta pembangunan politeknik atau akademi komunitas di kawasan industri.
Selama tiga tahap peluncuruan program vokasi yang link and match antara SMK dengan industri, Kemenperin telah melibatkan sebanyak 307 industri dan 1035 SMK. Ketiga tahap tersebut untuk wilayah, Jawa Timur, Jawa Tengah dan D.I. Yogyakarta, serta Jawa Barat. Program ini akan terus dilanjutkan per provinsi di seluruh wilayah Indonesia.
Kebijakan kedua, yakni pendalaman struktur industri di daerah melalui hilirisasi sektor kimia tekstil dan aneka,agro, serta logam, mesin, alat transportasi, dan elektronika. Dari program hilirisasi ini, rencana investasi sampai tahun 2020 dari sektor-sektor tersebut mencakup 97 proyek dengan nilai sebesar Rp567,31 triliun dan diperkirakan menyerap tenaga kerja sebanyak 555.528 orang baik tenaga kerja langsung maupun tidak langsung.
Ke tiga, pengembangan sektor padat karya berorientasi ekspor,antara lain industri alas kaki,industri tekstil dan produk tekstil, industri makanan dan minuman,industri furniture kayu dan rotan,serta industri kreatif.Kemenperin telah mengusulkan mengenai pemberian insentif fiskal berupa pemotongan pajak penghasilan yang digunakan untuk reinvestasi.
Kebijakan keempat,pengembangan industri kecil dan menengah (IKM) dengan platform digital yang terintegrasi melalui programe-smart IKM.  Kelima, pengembangan industri berbasis sumber daya alam. Dan, keenam, pengembangan kawasan industri, terutama di luar Pulau Jawa.
Contohnya di Kawasan Industri Morowali, Sulawesi Tengah dan Kawasan Industri Konawe, Sulawesi Tenggara yang menjadi pusat pengembangan industri smelter berbasis nikel.  Dengan tujuan meningkatkan nilai tambah bahan baku mineral di dalam negeri, Morowali mampu memberikan kontribusi terhadap pertumbuhan ekonomi daerah sebesar 60 persen, sedangkan untuk Konawe 15 persen.
Melihat berbagai  upaya yang dilakukan pemerintah itu, maka pembangunan ekonomi daerah bukan saja sangat crucial tapi juga amat signifikan. (Sutrisno)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.