JAKARTA, AKSIKATA.COM – Mantan Menkes Siti Fadilah Supari di era Susilo Bambang Yudhoyono memutuskan menjadi relawan uji klinik vaksin Nusantara. Dibanding vaksin Sinovac yang sudah digunakan secara massal, Siti Fadilah Supari lebih mendukung vaksin Nusantara hasil buatan dr Terawan, mantan Menkes yang kemudian digantikan Budi Gunadi Sadikin.
“Alasan saya jadi relawan vaksin Nusantara ya biasa saja, sederhana saja. Saya agak kaget kok menjadi berita,” ujar Siti Fadilah Supari, Kamis (15/4).
Namun ia mengakui bahwa setelah mempelajari dan berpikir tentang vaksin Nusantara, vaksin ini dibuat dengan logis dan inovatif. Bahkan ia juga memaklumi jika vaksin buatan anak negeri sendiri ini bakal mengganggu pasaran vaksin yang sudah mapan.
“Memang inovasi selalu mengagetkan kemapanan, bahkan bisa mengganggu yang sudah mapan. Di dalam ilmu pengetahuan, logis saja tidak cukup tetapi harus dibuktikan,” ujarnya .
Sebab itulah Siti Fadilah Supari tak ragu dan bersedia menjadi relawan. “Selain itu saya juga menghargai seorang peneliti yang berpikiran beda dengan yang lainnya.”
Menurutnya, berangkat dari sebuah hipotesis, seorang peneliti dalam melakukan penelitiannya tak selalu berjalan mulus. Terkadang hipotesis yang dia lakukan bisa saja salah, namun salah benar tidaknya sebuah hipotesis, tetap seorang peneliti harus bisa membuktikannya.
“Harapan saya kalau memang uji klinik ini akan mendapatkan hasil yang positif, artinya hipotesis dokter Terawan akan terbukti. Wah saya sangat bahagia karena kondisi saya saat ini sangat cocok dengan metode ini (vaksin Nusantara),” ujarnya.
Namun Siti Fadilah Supari belum tahu apakah ada ahli dari Amerika dalam pembuatan vaksin Nusantara ini. “Wah saya tidak tahu. Tapi kita kan negara yang berdaulat, dengan politik bebas dan aktif, maka boleh saja bekerjasama dengan negara manapun dengan prinsip kemitraan yang transparan, setara dan adil, duduk sama rendah berdiri sama tinggi.”
Yang penting, ditekankan Siti Fadilah Supari, produk ini menjadi produk Indonesia untuk kemaslahatan bangsa yang membutuhkan. Terutama untuk lansia seperti dirinya.
Sementara itu Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) kembali mengungkap kejanggalan prosedur dalam pengembangan vaksin Nusantara yang digagas oleh mantan Menteri Kesehatan Terawan Agus Putranto. BPOM menemukan bahwa vaksin Nusantara tidak didahului oleh uji praklinik sebagai protokol penting untuk vaksin yang aman.
“Pengujian uji klinik fase 1 dilakukan pada 30 November 2020, namun tidak disertai dengan data pengujian praklinik,” sebut Kepala BPOM, Penny K Lukito, Kamis (15/4).
Oleh karena tidak adanya uji praklinik, BPOM meminta peneliti untuk menyerahkan laporan studi toksisitas, imunogenisitas, penggunaan adjuvan, dan studi lain yang mendukung pemilihan dosis dan rute pemberian, mengingat produk jadi mengandung Spike SARS-CoV-2 yang diperoleh terpisah dari sel dendritik.(*)