JAKARTA, AKSIKATA.COM – Atas wafatnya Ustad Maaher At Thuwailibi alias Soni Ernata yang dinilai ganjil, Komnas HAM telah melayangkan surat kepada Badan Reserse Kriminal (Bareskrim) Polri. Komnas HAM ingin ada keterangan lengkap penyebab wafatnya ustad yang pernah berseteru dengan aktris Nikita Mirzani itu.
Komnas HAM ingin memastikan apakah aparat keamanan bekerja secara profesional, sesuai koridor hukum yang berlaku.
Langkah yang diambil Komnas HAM pun mendapat sorotan dari pengamat politik Rocky Gerung.
Ia menilai saat ini ada ketidakpercayaan publik terhadap tindakan yang dilakukan Komnas HAM yang hendak menyelidiki wafatnya Ustaz Maaher. Terlebih temuan Komnas atas meninggalnya 6 laskar FPI beberapa waktu lalu dinilai cenderung memojokkan FPI.
Menurut Rocky, Komnas HAM terkesan ragu-ragu dalam bertindak, sebab terlalu menonjolkan kehati-hatian.
“Komnas HAM bertindak hati-hati dan terlihat ketakutan,” ucap Rocy Gerung dalam vlog terbarunya dilihat dari channel youtube Rocky Gerung Official, Rabu (10/2).
Menurutnya, ada dua kemungkinan penyebab Komnas HAM terlihat ketakutan. Pertama, tokoh atau individu di Komnas HAM mendapat tekanan kuat dari kekuasaan. Kedua, posisi Komnas HAM juga bagian dari pemerintahan saat ini.
Pertama, individunya ditekan habis-habisan oleh kekuasaan. Tokohnya tak sanggup menahan, mungkin tekanan fisik atau politik dan sebagainya. Kedua, Komnas HAM merupakan proksi dari kekuasaan, ekstensi saja.
Kedua alasan itu, juga menyebabkan munculnya ketidakpercayaan masyarakat terhadap Komnas HAM. Sebab, menurut dia, Komnas HAM selaku berpikir dan berperilaku diplomatis.
“Nah ini yang saya anggap Komnas HAM seperti lirik lagu dari Alanis Morissette ‘I’ve got one hand in my pocket and the other one is flicking a cigarette’ atau lagu madu di tangan kanan mu racun di tangan kiri mu,” tutur Rocky.
“Apakah Komnas HAM madu atau racun bagi hak asasi manusia?” sambung dia.
Menurut Rocky, banyak orang yang lupa bahwa Komnas HAM berperan sebagai mandat dari masyarakat sipil. Perannya mengawasi dan harusnya terkesan kontras dengan pemerintah.
“Kata ‘aparat’ bukan sebagai agen negara. Hanya untuk menunjukkan bahwa ada lembaga negara, tapi perannya menjalankan mandat dari masyarakat sipil, mandat kebebasan akademis, kebebasan pers, kesetaraan hukum, hingga kesetaraan gender. Jadi seluruh fasilitas demokrasi dimandatkan ke Komnas HAM,” jelasnya.