JAKARTA, AKSIKATA.COM – Komnas HAM sudah berubah fungsi menjadi juru bicara, dan bagian Humas dari para pelaku pelanggaran HAM yang sampai saat ini masih bebas berkeliaran. Pernyataan sinis ini dilontarkan anggota tim advokasi enam Laskar Front Pembela Islam (FPI) Hariadi Nasution.
Sebelumnya, dari hasil investigasi Komnas HAM mengatakan bahwa tidak ada pelanggaran HAM dalam peristiwa 50 KM Tol Jakarta Cikampek. Padahal di awal, Komnas HAM secara lantang sebut ada pelanggaran berat HAM di kasus tertembaknya 6 Laskar FPI.
“Kami melihat justru Ketua Komnas HAM sudah berubah fungsi menjadi juru bicara dan bagian dari Humas para pelaku pelanggaran HAM yang masih berkeliaran bebas,” beber Hariadi, Jumat (15/1)).
Hariadi bahkan mengatakan, bahwa bisa saja pihak Komnas HAM yang membela pelanggar HAM tersebut sewaktu waktu bisa mengulangi perbuatan Extra Judicial Killing maupun Torture terhadap penduduk sipil.
Menurut Hariadi, Komnas HAM seharusnya menghentikan berbagai bentuk Impunitas Circle dan lingkaran kekerasan yang menimpa penduduk sipil.
“Sungguh menjadi sebuah tragedi sejarah dan merupakan sinyal kehancuran peradaban, bila mandat Komnas HAM tersebut dijalankan oleh komisioner yang tidak berkompeten dan mengkhianati mandat yang diamanahkan ke pundaknya,” kata Hariadi.
Menurut Hariadi, secara substansial dengan mata telanjang unsur pelanggaran HAM berat terjadi dalam peristiwa pembunuhan enam laskar FPI itu.
Dia juga mengatakan akan sangat mudah ditemukan bila Komnas HAM dan Komisionernya istiqamah pada amanah.
Lebih jauh, Hariadi mengungkapkan, adanya konferensi pers dari pihak yang mengakui sebagai pembunuh enam orang penduduk sipil sebagai sarana untuk mengalihkan isu ini menjadi isu pemberantasan kriminalitas.
Penghilangan rekaman CCTV untuk menghilangkan jejak. Menghilangkan bukti-bukti pembunuhan seperti penghapusan noda darah pada lokasi TKP.
“Memaksa warga untuk menghapus seluruh rekaman peristiwa dari HP masing-masing. Memaksa penghapusan konten materi terkait FPI di seluruh media sosial dan media mainstream,” terang Hariadi.
Dia menyimpulkan, seharusnya dengan banyak temuan tersebut, pintu masuk untuk investigasi bisa lebih mendalam.
Menurutnya, hal itu sebagai upaya untuk memutus mata rantai impunitas yang hingga hari ini masih terus berlangsung sebagai sistem penyelenggaraan negara.
Menurutnya, pola dan sistem kekerasan ini juga terjadi pada peristiwa 21-22 Mei 2019.
Maka pihaknya, akan terus memperjuangkan keadilan dan memutus mata rantai impunitas dalam skala yang sangat mengerikan di negeri ini.
“Bahkan kami sudah memberikan informasi pelanggaran HAM berat. Karena terbukti sistem hukum Indonesia telah unwilling dan sekaligus umanable untuk memutus mata rantai pelanggaran HAM Berat,” tutup Hariadi.(*)