Pakar UGM Sebut UU Omnibus Law Cipta Kerja Dibuat Ugal-Ugalan

JAKARTA, AKSIKATA.COM – Ahli Hukum Tata Negara UGM Zainal Arifin Mochtar kembali mengkritisi UU Omnibus Law Cipta Kerja yang masih menuai pro dan kontra sejumlah kalangan.

Kali ini, Zainal Arifin Mochtar menyebut UU tersebut dibuat ugal-ugalan. Saking dirasa tidak logis, ia sampai mengaku dibuat tertawa saat membaca substansinya.

Pernyataan tersebut dipaparkan oleh Zainal Arifin Mochtar dalam acara Indonesia Lawyers Club TV One, Selasa (20/10/2020) malam.

Bertepatan dengan satu tahun pemerintahan Jokowi Ma’ruf Amin, Zainal Arifin Mochtar buka suara terkait kebijakan yang menurutnya bermasalah. Salah satunya UU Omnibus Law Cipta Kerja.

Zainal Arifin Mochtar menyinggung perubahan substansi yang terjadi pasca disahkan di sidang paripurna. Menurutnya, hal tersebut menciderai sistem presidensiil Indonesia.

“Dalam Sistem presidensiil kita, tahap paling penting itu persetujuan dan pembahasan. Kalau dikatakan masih ada perbaikan itu keliru, titik koma sekalipun,” kata Zainal Arifin Mochtar.

Ahli Hukum Tata Negara UGM tersebut pun mengatakan bahwa waktu selang tujuh hari sebagaimana pembelaan dari DPR sejatinya hanya untuk menyempurnakan format, bukan mengubah substansi.

Namun, Zainal Arifin Mochtar membeberkan beberapa perubahan yang menurutnya tentu menyalahi aturan sebenarnya.

Lebih lanjut lagi, Zainal Arifin Mochtar mengaku dibuat tertawa saat membaca substansi UU Omnibus Law Cipta Kerja.

Pasalnya, ia menemukan isi UU yang tidak logis dan mengesankan bahwa substansinya dibuat secara terburu-buru. Dengan kata lain, Zainal Arifin Mochtar menyebutnya berantakan.

Hasilnya memang ugal-ugalan. Banyak sekali kalau kita baca, saya akan tertawa kecil-kecil,” ucap Zainal Arifin Mochtar.

“Pantesan dibuatnya sangat terburu. Sanksi pidana dan administrasi saja berantakan,” sambungnya.

Dalam acara Indonesia Lawyers Club tersebut, Zainal Arifin Mochtar mengungkapkan beberapa contoh yang menunjukkan bahwa UU Omnibus Law Cipta Kerja ini tidak logis.

Menurutnya, ada sejumlah pasal yang tidak bisa diterima nalar. Oleh sebab itu, sekali lagi ia mengatakan dibuat tertawa.

“Ada banyak kalau kita baca, kita ketawa sendiri. Logika tidak diperbaiki ketika menyusun UU ini. Kan harusnya logis. Dampak pidana belum sebanding. Pelanggaran di bidang lingkungan hukumannya 1 tahun, tapi di perikanan 6 tahun,” tukasnya.

Terakhir, Zainal Arifin Mochtar juga menyoroti dihapuskannya. Dengan kata lain, UU ini boleh dilanggar dalam kondisi tertentu.

Ahli Hukum Tata Negara UGM tersebut mengatakan bahwa seharusnya ada kualifikasi lanjut soal hal ini. Sebab, hal tersebut secara tidak langsung bisa melanggengkan kekuasaan Presiden dan Menteri.

“Dihapuskan pasal Tidak boleh melanggar perundang-undangan. Tapi ketika tidak dikualifikasi, semua boleh dilanggar atas nama diskresi. Semua menteri bisa melanggar kan gak ada batasan. Kalau kita merujuk UU lainnya, untuk melanggar cuma minta izin atasan saja,” jelas Zainal Arifin Mochtar.

“Tapi kalau presiden dan menteri atasannya siapa? Dia bisa melakukan pelanggaran apapun. UU ini dibuat ugal-ugalan substansinya ada singkron dan ini yang harus diselamatkan,” tandasnya.(suara.com)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.