Terus Ancam Bakal Hengkang dari Blok Masela, Ancaman Shell Cuma “Gertak Sambal”

JAKARTA, AKSIKATA.COM –  Ancaman Shell untuk hengkang dari Blok Masela  bukan ancaman serius. Selain berkali-kali ancam hengkang dari Indonesia, Shell hanya mengembangkan retorika, namun tak benar-benar berani hengkang. Masih banyak investor yang tertarik untuk mengembangkan Blok Masela. Namun jika ada investor yang tertarik menggantikan Shell, maka syarat utama adalah komitmen investor untuk mengembangkan kesejahteraan masyarakat. Penegasan ini tertuang dalam diskusi webinar dengan tema ”Shell Hengkang, Mau Kemana Pengelolaan Blok Masela”.

Diskusi yang digelar Universitas Pattimura Ambon bersama Archipelago Solidarity Foundation di Jakarta, Selasa (11/8/2020),  selain dihadiri Dipl Oek Engelina Pattiasina selaku Direktur Acrhipelago Solidarity Foundation, juga hadir Rektor Universitas Pattimura Ambon sebagai pembuka diskusi webinar, Prof Dr MJ  Saptenno, SH, M Hum, Dr Jeffrey Malaiholo FGS FAusIMM, selaku Direktur Utama beberapa perusahaan tambang di Inggris, Australia dan Kanada, dan aktif di pasar bursa international, Ir Yoga Pratomo Suprapto selaku mantan CEO LNG PT Badak/CEO & Founder PT Rinder Energia), Ir Haposan Napitupulu, MSc, PhD, praktisi migas/mantan Deputi SKK Migas), Dr Ridwan Nyak Baik selaku pengamat migas/mantan Corporate & Strategic Communication Specialist di PT Pertamina), Dr Paulus Koritelu selaku sosiolog Universitas Pattimura Ambon).

Diskusi menarik kurang lebih 300 partisipan dalam dan luar negeri dan dipandu oleh aktivis dan jurnalis senior Web Warouw.

Menurut Engelina, pemerintah harus memastikan adanya pengembangan industri di Maluku, sehingga gas dapat  dikelola menjadi aneka produk. Produk itu yang nantinya akan dibawa keluar Maluku.

“Jangan sampai kita terbalik, gas dari Maluku dikirim ke luar negeri, kemudian rakyat membeli kembali produk itu. Kalau seperti ini, kita sedang menyejahterakan negara lain, menghidupkan ekonomi dan industri negara lain, dan di saat yang bersamaan kita kelimpungan untuk membuka lapangan kerja, mengembangkan industri dan sebagainya,” ujar Engelina.

Engelina mengharapkan, siapapun yang mengelola Blok Masela, harus memastikan hak rakyat Maluku sebagai petuanan di Blok Masela.

“Harus memastikan gas di Blok Masela dikelola di Maluku dengan mengembangkan aneka industri yang memang membutuhkan gas Masela,” katanya.

Sementara itu, Rektor Universitas Pattimura, MJ Saptenno mengingatkan, kalau pengelolaan Blok Masela harus memiliki dampak nyata bagi kesejahteraan rakyat. Menurutnya, kilang darat Blok Masela baru sebatas keputusan politik, sehingga membutuhkan  payung hukum yang kuat,  misalnya berupa Peraturan Presiden atau Keputusan Presiden.

Dia mengharapkan semua pihak untuk bersama-sama  memastikan pengelolaan SDA  di Maluku dapat berjalan baik. “Bagaimanapun kesejahteraan rakyat itu yang paling penting,” tegasnya.

Ancaman Shell sebatas retorika saja

Jeffrey Malaiholo mengatakan, sebenarnya investor datang dan pergi itu merupakan hal biasa dalam bisnis migas. Namun, Jeffrey mengingatkan kalau Shell benar-benar pergi, dapat saja digantikan perusahaan lain. Bahkan  pemerintah memiliki kemampuan untuk membuat skema pembiayaan.

Untuk itu, kata Jeffrey, keinginan Shell bukan sesuatu yang harus dikhawatirkan karena banyak pihak yang berkeinginan untuk menggantikan posisinya. “Pemerintah dapat buat skema pembiayaan. Jadi jangan terlalu khawatir,” tegasnya.

Sementara itu, Yoga Suprapto menegaskan, tidak ada hubungan hengkangnya Shell antara skema darat atau laut, karena lebih didasarkan pada problematika Prelude FLNG dan situasi pasar LNG dan lesunya ekonomi dunia 5 – 10 tahun mendatang.

Menurutnya, hengkangnya Shell karena kerugian dan masalah FLNG Prelude, dan adanya persaingan antara proyek LNG dan ekonomi dunia menuju resesi sebagai imbas pandemi Covid-19.

Bahkan, Yoga mengatakan, Shell harus berterima kasih karena kilang dipindahkan ke darat, karena Indonesia menyelamatkan dari potensi kerugian sebesar 10 miliar US Dolar, dan berbagai masalah teknis di Prelude FLNG.

“Shell sebenarnya faktor penting dalam pengelolaan Blok Masela dalam pendanaan, penjamin, dan pengalaman di LNG. Tetapi, tanpa Shell bukan berarti kiamat. Indonesia memiliki pengalaman LNG darat dan memiliki dukungan SDM. Indonesia memiliki kemampuan. Bahkan, Inpex-Indonesia juga dapat saja mengelola Blok Masela. Saya yakin, kalau Shell pergi akan ada pengganti dan setara,” tegas Yoga yang berpengalaman dalam pengelolaan LNG darat ini.

Haposan Napitupulu mengatakan, sebenarnya hal biasa saja pengganti mitra dalam industri hulu migas. Namun, pemindahan ke darat itu sudah tepat, karena akan memberikan pengaruh ekonomi bagi kawasan.

“Keberadaan Blok Masela itu juga dapat menjadi penggerak ekonomi kawasan di Maluku. Blok Masela  merupakan temuan cadangan gas terbesar di Asia Tenggara dalam dua puluh tahun terakhir,” kata Haposan.

Haposan menjelaskan, keberadaan gas Masela harus digunakan untuk menghidupkan industri dalam negeri, sehingga dapat menciptakan lapangan kerja yang luas.

Dia mencontohkan, ekspor gas ke negera tetangga justru menghidupkan industri di negara tetangga dan semua produk hasil olahan gas itu dijual kembali ke Indonesia. Haposan juga menjelaskan beragam industri yang dihasilkan dari industri gas, yang dapat dikembangkan di dalam negeri.

Sementara itu, Ridwan Nyak Baik melihat sikap Shell merupakan bentuk retorika yang selalu dilakukan berulang kali ketika merespon persoalan di Blok Masela mencuat.

Ridwan mencatat setidaknya ada beberapa kali Shell berniat hengkang, tapi juga tidak hengkang sampai saat ini. “Saya lihat ini hanya taktik retorika belaka, karena sudah sering dilakukan seperti ini.”

Menurut Ridwan, sikap Shell merupakan “lagu lama” yang sering diulang, tetapi sesungguhnya hanya berniat untuk menaikkan bargaining position dalam bernegosiasi.

“Saya sendiri melihat Shell tidak serius untuk mundur dari LNG Abadi. Jadi jangan pedulikan Shell, karena itu hanya retorika semata,” tegasnya.

Sosiolog Unpatti, Paulus Koritelu menyoroti persoalan sosial akibat tidak adanya transparansi dalam pengadaan lahan di lokasi kilang darat. Menurutnya, ketidaktahuan masyarakat dimanfaatkan untuk memborong tanah rakyat, kemudian dijual kepada inpex dengan harga yang lebih tinggi.

Hal ini sangat disayangkan, karena sekecil apapun, sebenarnya tanah rakyat itu dapat diikutkan sebagai saham, sehingga tanah masyarakat tidak akan hilang di masa mendatang.

Dia mengingatkan, adanya hubungan yang sangat kuat antara tanah dan rakyat di Maluku Tenggara. Menurutnya, ada sejumlah persoalan yang butuh perhatian serius, sehingga masalah yang ada tidak berlarut-larut.

Paulus mengingatkan rakyat tidak boleh dirugikan dengan bayaran harga tanah yang terlalu murah. “Berkali lipat dari harga NJOP sekalipun, tidak akan mampu menggantikan kehilangan tanah bagi generasi mendatang,” tegasnya.

Menariknya diskusi webinar yang diikuti akademisi, aktivis, mahasiswa, wartawan, tokoh masyarakat,tokoh agama dan praktisi migas ini berlangsung hingga beberapa jam. Banyak peserta antusias untuk turut meramaikan diskusi webinar.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.