JAKARTA, AKSIKATA.COM – Ada rencana baru yang datang dari Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (Menpan-RB) Tjahjo Kumolo. Tentu saja, itu tak jauh-jauh dari lingkup kerjanya. Tjahjo berencana menjalankan strategi pengurangan Aparatur Sipil Negara (ASN) yang tidak produktif secara bermartabat. Hal ini terkait dari evaluasi saat work from home ( WFH) saat pandemi korona.
Bukan tanpa alasan, jika pak menteri memiliki pemikiran demikian. Dia sudah mengkaji pola kerja ASN semasa WFH yang berbasis digital dan Teknologi Informasi. Menurut dia, WFH menunjukkan ketimpangan dari produktivitas ASN. “Kita kelebihan banyak tenaga yang tidak diperlukan tapi kekurangan tenaga yang dibutuhkan,” ujarnya.
Tjahjo juga menemukan kenyataaan, bahawa dari 4.189.121 orang ASN yang memiliki jabatan beragam di pusat hingga ke pelosok daerah, banyak yang tidak produktif. Minimnya produktivitas para pegawai negeri sipil (PNS) terlihat dari tidak bisa menyelesaikan pekerjaan yang sudah menjadi tanggung jawabnya.
Sementara kelompok yang produktif dalam masa WFH ini justru menjadi overload dalam melakukan pekerjaannya. “Mereka terpaksa mengerjakan pekerjaan yang tidak bisa diselesaikan oleh kelompok yang tidak produktif,” kata Tjahjo.
Selain itu, ada berbagai sebab yang menjadi dasar pengurangan. Antara lain, karena ada ASN yang terlibat korupsi, menggunakan narkoba, ikut dalam gerakan radikalisme dan terorisme.
Dari sinilah, Tjahjo berpikir perlunya sebuah kebijakan untuk menggerus jumlah ASN berdasarkan produktivitas. Tak hanya memangkas jumlah personil, tetapi juga mengurangi jumlah eselon. Targetnya pada Desember 2020, akan dipangkas 1,6 juta ASN atau 20 persen dari total ASN.
Asal tahu saja, pemerintah sudah memutuskan tidak membuka rekrutmen calon pegawai negeri sipil (CPNS) pada 2020 maupun 2021. Anggaran negara yang ada difokuskan pada penanganan pandemi Covid-19. Sementara penerimaan kedinasan seperti sekolah kepolisian dan militer akan tetap terlaksana sesuai jadwalnya.
Tahun ini Pemerintah masih akan menuntaskan proses seleksi CPNS formasi tahun 2019 yang tertunda karena pandemi Covid-19. “SKB akan dilanjutkan bulan September-Oktober 2020 dengan menerapkan protokol kesehatan. Kementerian PANRB dan BKN terus melakukan koordinasi dengan BNPB (Gugus Tugas Covid-19) dan Kementerian Kesehatan, untuk memastikan agar pelaksanaan SKB benar-benar memenuhi standar protokol kesehatan,” jelasnya.
Sebagai catatan, peminat ASN sangat tinggi. Tiap tahun ada sekitar 4.000 yang melamar jadi ASN untuk menempati berbagai posisi dengan jumlah kursi sekitar 600. Kalau dicermati hampir setiap tahun, sejak 2015 jumalh ASN terus menuru, yang berjumlah sekitar 4,5 juta orang. Pengurangan itu sebagai upaya untuk meningkatkan kompetensi dan kinerja PNS, mendorong efisiensi belanja, serta menguatkan kapasitas fiskal negara.
Tjahjo menyebut, dengan adanya efisiensi ini, pemerintah bisa menyelamatkan uang negara hingga Rp20 triliun. Mengapa demikian? Di dalam anggaran pendapatan dan belanja negara, komposisi gaji PNS hampir mencapai 34% atau setara dengan Rp707 triliun. Bahkan, di 244 kabupaten/kota, alokasi gaji PNS mencapai lebih dari 50% anggaran pendapatan dan belanja daerah.
Nah, jika ada pengurangan jumlah ASN, maka belanja pegawai pada APBN dapat diturunkan, tentu anggaran dari APBN yang tersisa bisa dialokasikan untuk kebutuhan lain. “Perlu perubahan drastis dalam format kebutuhan kompetensi untuk rekrutmen ke depan,” tandasnya.
Saat ini, menurut Tjahjo, rencana ini telah disepakati bersama dengan Badan Kepegawaian Negara (BKN) untuk merumuskan ulang sistem manajemen SDM ASN sesuai dengan tatanan new normal. Salah satu hal yang harus dilakukan adalah mengubah formasi kebutuhan kompetensi ASN.
Jika komposisi dan kompetensi sudah akurat dan jumlah total ASN sudah tepat, remunerasinya juga akan bisa meningkat signifikan. Rumusan ulang manajemen ASN ini juga sejalan dengan rencana besar Kemenpam-RB tentang pembangunan ASN 2020-2024, yakni gencar memperbaiki kinerja ASN mulai dari tahap rekrutmen.
Sejauh ini, BKN siap melaksanakannya dalam kapasitas sebagai pembina managemen kepegawaian secara nasional. Adanya pemangkasan ini, dipastikan nantinya BKN akan berhadapan dengan sekitar 4,3 ribu orang ASN. Mereka merupakan para pejabat esselon III hingga V yang terancam akan dihilangkan.
Yang perlu diperhatikan dalam proses pengurangan itu nantinya, adalah antisipasi agar proses rasionalisasi PNS tidak mengurangi kualitas pelayanan publik, bahkan justru sebaliknya. Pasalnya dengan fiskal yang kuat, negara bisa meningkatkan kapasitas dan kesejahteraan PNS serta meningkatkan sarana dan prasarana pelayanan publik di segala bidang, khususnya terkait pelayanan dasar