JAKARTA, AKSIKATA.COM – Pemerintah disarankan untuk melakukan local lockdown atau karantina wilayah secara selektif. Hal tersebut disampaikan Dewan Guru Besar Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. Pertimbangan ini dinilai dapat menjadi salah satu alternatif bagi Indonesia dalam meminimalisasi penyebaran covid-19.
Pertimbangan tersebut merupakan salah satu poin yang disampaikan kepada Presiden Joko Widodo dalam surat terbuka yang ditandatangani di Jakarta, tertanggal 26 Maret 2020. Ketua Dewan Guru Besar Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia Prof. Dr. dr. Siti Setiati, SpPD, K-Ger, MEpid, FINASIM mengatakan, melihat dari negara-negara lain, partial atau local lockdown dapat menjadi pilihan bagi Indonesia.
Apa itu local lockdown? Menurut UU no 6 Tahun 2018 tentang Kekarantinaan Kesehatan, merupakan sebuah langkah menutup sebuah wilayah atau provinsi yang sudah terjangkit infeksi covid-19. “Dengan demikian diharapkan dapat memutuskan rangkai penularan infeksi baik di dalam maupun di luar wilayah,” katanya dalam surat terbuka tersebut yang dikutip Aksikata.com, Jumat (27/3/2020).
Karantina wilayah disarankan dilakukan selama minimal 14 hari, di provinsi-provinsi yang menjadi episentrum (zona merah) penyebaran COVID-19 atau daerah lain dengan berbagai pertimbangan. Karantina wilayah akan memudahkan negara untuk menghitung kebutuhan sumber daya untuk penanganan di rumah sakit, seperti sumber daya manusia, alat pelindung diri atau APD, serta fasilitas Rumah Sakit.
“Pelaksanaan local lockdown ini dilakukan dengan melibatkan kerjasama lintas sektor yang matang dan pemerintah daerah,” ujarnya.
Pelaksanaan lockdown dan aturan pembatasan aktivitas sosial yang ketat di Provinsi Hubei, Cina telah terbukti efektif menurunkan kasus sebesar 37% lebih rendah dibandingkan kota lain yang tidak menerapkan sistem ini.
Sebelum pemberlakuan lockdown, para peneliti memperkirakan SARS-CoV 2 akan menginfeksi 40% populasi Cina atau sekitar 50 juta penduduk, atau 1 pasien terinfeksi akan menularkan virus ke 2 orang atau lebih. Namun pada pekan pertama lockdown, angka ini turun menjadi 1.05.
Hingga pada tanggal 16 Maret 2020, WHO mencatat 81.000 kasus di Cina. Simulasi model oleh Lai Shengjie dan Andrew Tatem dari University of Southampton, United Kingdom menunjukkan, jika sistem deteksi dini dan isolasi ini diberlakukan 1 pekan lebih awal, dapat mencegah 67% kasus, dan jika diimplentasikan 3 pekan lebih awal, dapat memotong 95% dari jumlah total yang terinfeksi.
Studi Wells dkk menunjukkan pada 3,5 pekan pertama penutupan wilayah dapat mengurangi 81,3% kasus infeksi ekspor. Penurunan ini sangat berguna untuk daerah yang masih belum atau minimal terjangkit untuk melakukan koordinasi sistem kesehatan.
Opsi lockdown lokal atau karantina wilayah secara selektif perlu dipertimbangkan oleh pemerintah Indonesia, kata dia, melihat upaya social distancing atau pembatasan sosial berskala besar belum secara konsisten diterapkan di masyarakat.
“Masih terlihat kepadatan di beberapa sarana transportasi publik, sebagian tempat wisata tetap dikunjungi, sebagian perkantoran, tempat makan, taman terbuka, dan pusat perbelanjaan tetap beraktivitas,” papar dia.
Situasi ini dapat menjadi lebih buruk dan tidak terhindarkan dengan adanya arus mudik pada bulan Ramadan. “Melandaikan kurva dan memperlambat proses penularan covid-19 merupakan hal yang paling krusial karena sistem kesehatan kita saat ini belum mampu menerima beban kasus infeksi covid-19 yang masif,” tuturnya.
Namun dia menggarisbawahi, perlu diperhatikan bagaimana dengan pekerja yang mendapatkan upah dengan kerja harian. Negara perlu menjamin hajat hidup seluruh warga dalam wilayah karantina, terutama warga miskin selama minimal 2 pekan karena kegiatan perekonomian akan lumpuh total!
Mari berhitung apabila Jakarta melakukan local lockdown dengan total penduduk 9,6 juta:
Makan 3x sehari dengan asumsi:
Makan pagi: Rp5.000,00
Makan siang: Rp10.000,00
Makan malam: Rp10.000,00
Total untuk makan adalah Rp 25.000,00 (untuk membeli beras, tahu, telor, per orang)
Untuk 1 hari, di Jakarta: 9,6 juta x Rp25.000,00 = Rp240.000.000.000,00
Untuk 14 hari di Jakarta: Rp 3.360.000.000.000,00 = Rp3,3 triliun
Kebutuhan listrik/orang/hari kira-kira Rp4.543,00
Untuk 1 hari, di Jakarta: 9,6 juta x Rp4.543,00 = Rp43.000.000.000,00
Untuk 14 hari di Jakarta: Rp610.000.000.000,00 = Rp610 miliar
Kebutuhan air/orang/hari kira-kira Rp735,00
Untuk 1 hari, di Jakarta: 9,6 juta x Rp 735,00 = Rp7.000.000.000,00
Untuk 14 hari di Jakarta: Rp98.000.000.000,00 = Rp98 miliar
Total Dana 14 hari di Jakarta: Rp4 triliun
Total Penerimaan Pajak Indonesia per November 2019: Rp1.312,4 triliun
Dengan penghitungan demikian, menurut dia, maka rasanya mungkin apabila melakukan local lockdown atau karantina wilayah demi mencegah penularan covid-19 lebih lanjut. Pengembalian sebagian uang pajak dari rakyat untuk rakyat dengan adanya kejadian pandemi seperti ini merupakan tindakan yang wajar.
“Semoga hal ini juga menjadi bahan pertimbangan untuk memberikan sedikit keringanan biaya hidup dasar 14 hari bagi masyarakat Indonesia,” pungkasnya.