JAKARTA, AKSIKATA.COM – Meluasnya kepanikan pelaku pasar berujung pada aksi jual masif di bursa saham. Kondisi ini dipicu oleh bertambah luasnya penyebaran wabah virus corona baik global maupun terutama di Indonesia.
Tak pelak, Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) mengalami penurunan tajam. Tercatat selama sepekan kemarin hingga kini, IHSG telah mengalami penurunan 4,19 persen dari level penutupan 5.361,25 pada 2 Maret 2020 menjadi 5.136,81 per tanggal 9 Maret 2020. Bahkan bila dibandingkan saat IHSG sempat rebound dan berada di level tertingginya 5.715,94 pada 5 Maret 2020, IHSG telah kehilangan 10,13 persen.
Oleh karena itu, Otoritas Jasa Keuangan (OJK) mengeluarkan surat edaran relaksasi pelaksanaan pembelian saham kembali perseroan (buyback) tanpa adanya Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS).
Sebagai emiten, tentunya relaksasi OJK tersebut memberikan angin segar kepada PT Indonesia Kendaraan Terminal Tbk (IPCC). Di sisi lain, opsi untuk melakukan buyback saham memang menjadi agenda dari para Direksi IPCC dalam Rapat Direksi untuk nantinya dibawa ke dalam RUPS Tahunan. “Ini berbarengan dengan penyampaian kinerja perseroan sepanjang 2019,” kata Investor Relation IPCC Reza Priyambada di Jakarta, Selasa 10 Maret 2020.
Tidak hanya buyback, para Direksi IPCC juga sedang mempertimbangkan dan mengkaji berbagai opsi untuk memulihkan pergerakan harga sahamnya.
Berdasarkan data pergerakan harga saham IPCC, pada awal pekan ini pergerakan harga saham IPCC mengalami auto reject bawah dengan penurunan lebih dari 24,78 persen dari harga Rp460 di hari sebelumnya (Jumat, 6 Maret 2020).
Tidak hanya di awal pekan, sepanjang 2020 pergerakan harga saham IPCC cenderung mengalami pelemahan. Tercatat, harga saham IPCC di penutupan akhir tahun lalu bertengger di level Rp680 dan di awal pekan ini di level Rp346. Dengan demikian, harga saham IPCC telah melemah sebanyak 49,12 persen.
Pelemahan yang terjadi, menurut Reza, karena imbas kondisi pasar yang sedang bergerak turun dan kemungkinan adanya pihak-pihak tertentu yang mengurangi bobot di saham IPCC. “Dimungkinkan juga karena adanya sejumlah pihak yang terkena forced sell sehingga berimbas pada pelepasan saham IPCC yang berakibat turunnya harga saham,” ujarnya.
Kondisi ini dinilai kontras dengan pencapaian dari sisi operasional di mana aktivitas bongkar muat kendaraan dalam 2 bulan terakhir masih berjalan normal dan lancar.
Di sisi lain, berbagai upaya perbaikan kondisi fundamental terus dilakukan oleh manajemen yang baru ini. Baik dari otomatisasi sistem pencatatan kendaraan, Autogate System, optimalisasi modul budget control di sistem keuangan Oracle Finance yang memudahkan perseroan untuk melakukan monitoring dan kontrol terhadap anggaran biaya, pendekatan dengan shipping line dan mitra automaker, serta masih banyak lagi. Akan tetapi, kondisi tersebut belum terefleksi pada pergerakan harga saham IPCC.
Oleh karena itu, lanjut Reza, berbagai upaya termasuk kajian untuk pemulihan harga saham perseroan sedang dilakukan oleh manajemen. “Tentunya, dalam kajian tersebut juga mempertimbangkan aspek manajemen risiko, aspek hukum, dan tata laksana aksi korporasi yang akan dilakukan sehingga perseroan dapat comply terhadap aturan yang berlaku,” papar dia.
Diharapkan, hasil kajian nantinya dapat segera dilakukan agar pemulihan saham IPCC dapat terjadi dan memberikan nilai tambah bagi para pemegang sahamnya.