JAKARTA, AKSIKATA.COM – Peringatan hari musik nasional yang digelar setiap tanggal 9 Maret ini menyisakan persoalan serius di sektor musik di Indonesia. Pemerintah harus secara tuntas membereskan masalah tersebut.
Musisi dan pegiat ekonomi kreatif Anang Hermansyah mengatakan peringatan hari musik nasional pada tahun 2020 ini masih berkutat pada masalah klasik yakni mengenai hak cipta. “Supremasi hak cipta masih sangat lemah. Sedangkan tantangan di sektor musik Indoensia makin kompleks,” ujar Anang di Jakarta, Senin (9/3/2020).
Menurut anggota DPR periode 2014-2019 ini potensi musik di Indonesia cukup menjanjikan. Hanya saja, imbuh Anang, dalam kenyataannya kontribusi musik untuk Produk Domestik Bruto (PDB) tak mencapai 1%. “Rendahnya PDB di sektor musik hanya 0,48% salah satunya disebabkan persoalan hak cipta yang tak kunjung dibereskan oleh pemangku kepentingan,” kata Anang.
Musisi asal Jember ini menyebutkan dari sisi instrumen hukum telah tersedia melalui UU No 28 Tahun 2014 tentang Hak Cipta. Namun, Anang menyebutkan implementasi di lapangan aturan tersebut belum maksimal.
“Seperti keberadaan Lembaga Manajemen Kolektif Nasional (LMKN) yang cukup vital untuk penarikan dan pembayaran royalti secara akurat, akuntabel dan berintegritas. Namun, keberadaan Big Data tentang musik sampai sekarang belum terwujud,” sebut Anang.
Dia juga menyinggung rencana Portamento sebagai instrumen untuk monitoring pergerakan pemutaran lagu di rumah karaoke, pusat perbelanjaan, cafe, hotel dan tempat obyek wisata, namun hingga saat ini tak segera terealisasi.
“Portamento sebagai medium untuk supremasi hak cipta dan royalti pencipta dan penyanyi lagu, sampai sekarang juga tak jelas keberadaannya,” keluh Anang.
Masalah lainnya yang juga menjadi perhatian Anang mengenai perkembangan digital yang begitu masif disandingkan dengan sektor musik di Indonesia. Menurut dia, ada perubahan pola penikmat musik yang satu dekade sebelumnya membeli lagu, namun saat ini hanya menyewa lagu. Tak terkecuali layanan streaming YouTube yang dijadikan tempat bagi musisi untuk mengunggah karyanya.
“Perkembangan digital yang melahirkan disrupsi di sektor musik ini, apa langkah pemerintah? Bagaimana mengenai aturan pajak imbas digital ini?” tanya Anang.
Menurut Anang, semestinya pemerintah menyiapkan perangkat peraturan perundang-undangan mengenai hak cipta yang adaptif dengan perkembangan digital yang masif ini.
“Di negara Eropa dan Amerika telah mengubah aturan tentang hak cipta yang adaptif dengan perkembangan digital berupa Music Modernazation Act,” tambah Anang.
Momentum peringatan hari musik nasional ini, kata Anang, pemerintah semestinya melakukan langkah-langkah nyata untuk menjadikan musik sebagai salah satu instrumen penting dalam pemasukan bagi negara. Menurut dia, bidang pendidikan di bidang musik harus menjadi perhatian pemerintah untuk mengembangkan musik di Indonesia.
“Langkah lanjutannya, pemerintah mestinya memikirkan mengenai masa depan pekerja musik terkait upah minimum, durasi jam kerja, termasuk sertifikasi bagi pekerja musik. Tujuan utamanya, memuliakan profesi musisi,” tegas Anang.
Anang menyambut positif fenomena bangkitnya lagu-lagu daerah di panggung musik nasional. Fenomena Didi Kempot, kata Anang, harus dijadikan momentum bagi pemerintah untuk menguatkan musik di daerah-daerah. Menurut dia, kekayaan musik di Indonesia harus dieklsplorasi dan dikembangkan oleh pemerintah.
“Salah satunya mendirikan laboratorium musik di daerah sebagai bagian dari dorongan pemajuan kebudayaan yang berbasis di daerah,” tambah Anang.
Dia juga nenyinggung mengenai pentingnya asosiasi profesi yang didirikan komunitas musik sebagai wadah untuk penguatan sesama pelaku di ekosistem musik di Indonesia. “Berdirinya Federasi Serikat Musik Indonesia (FSMI) menjadi embrio positif bagi penguatan para pelaku industri musik di Indonesia,” sebut Anang.
Di bagian akhir, Anang menyampaikan selamat atas peringatan hari musik nasional. Menurut dia, peringatan hari musik nasional yang bertepatan dengan hari lahir pahlawan nasional WR Supratman memiliki pesan penting.
“Salah satu bait di lagu Indonesia Raya, “bangunlah jiwanya, bangunlah raganya” semestinya diaktualisasikan oleh pemangku kepentingan dengan membangun musik Indonesia agar menjadi tuan rumah di negeri sendiri,” harap Anang. (Evieta)