BALI, AKSIKATA.COM – Virus Corona telah memorak-porandakan pariwisata Indonesia, termasuk Bali, yang selama ini wisatawan China menduduki posisi teratas dalam statistik kunjungan. Gara-gara Corona, jika dilihat dari data secara year-on-year (YoY), terjadi penurunan wisatawan di Bali yang mencapai 50 persen. Sementara potensi pemasukan yang hilang telah mencapai Rp50 miliar per hari.
Seperti diketahui, Presiden Joko Widodo telah mengeluarkan kebijakan untuk mengatasi terpuruknya pariwisata Bali dan 9 destinasi unggulan lainnya. Pemerintah pusat telah menggelontorkan dana sebesar Rp443,39 miliar untuk penurunan biaya penerbangan di 10 destinasi utama yang berlaku sepanjang Maret hingga Mei 2020. Pemerintah juga telah menyuntikkan dana sebesar Rp33 triliun untuk pembebasan pajak hotel dan restoran bagi pengusaha.
Namun semangat besar dari pemerintah ini tampak kurang bersambut di Kabupaten Bangli. Di sini wisatawan masih diberatkan oleh sejumlah pungutan dan biaya retribusi yang direstui Pemerintah Kabupaten Bangli berdasar Perbup 37/2019. Setiap kendaraan yang ingin memasuki kawasan wisata di Kintamani akan dihadang petugas di pinggir jalan raya untuk membayar biaya retribusi sebesar Rp30 ribu. Terhitung sejak 1 Januari 2020, biaya tak lazim yang hanya berlaku di Kabupaten Bangli ini justru dinaikkan menjadi Rp50 ribu.
Di tengah terpuruknya pariwisata Bali, keputusan Pemkab Bangli ini dinilai tidak sensitif terhadap berkembangnya isu virus Corona yang nyaris mematikan bisnis wisata sejumlah pengusaha kecil dan menengah. Penilaian ini disampaikan oleh ASITA Bali dan PHRI Bangli dalam dengar pendapat dengan DPRD Bangli pada Senin, 2 Maret 2020. Bupati Bangli juga dinilai tidak pro terhadap perekonomian rakyat yang sangat bergantung pada pariwisata.
I Ketut Mardjana, Ketua PHRI Bangli, Sabtu (7/3/2020) menyebutkan,kebijakan stimulus dari pemerintah pusat seharusnya didukung dalam semangat yang sama. “Kenaikan retribusi ini menurut saya menjadi kontraproduktif dari semangat bersama kita untuk membangkitkan kembali pariwisata. Kami sekarang sedang menunggu respons positif dari Pemkab Bangli agar menunda kenaikan retribusi. Saya yakin pariwisata bisa terbantu jika wisatawan dibebaskan dari sejumlah biaya yang membebani,” ujar pemilik Toya Devasya Hot Spring, Wisata Air Panas Alami Terbesar di Kintamani ini, yang pernah menjabat sebagai Direktur PT Pos Indonesia.
Sebagai hasil dari dengar pendapat, PHRI dan ASITA Bali mendapat dukungan dari DPRD Bangli yang telah mengirim rekomendasi kepada Bupati agar segera menunda kenaikan retribusi dan meninjau ulang kebijakan yang dianggap merugikan wisatawan tersebut. Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Bangli telah menulis surat resmi agar Kepala Daerah mau menunda pelaksanaan retribusi setidaknya hingga Januari 2021.
Sejauh ini Pemkab Bangli menyatakan akan menindaklanjuti rekomendasi dari DPRD Bangli. “Setelah rekomendasi kami terima, tim teknis kami akan melakukan kajian holistik. Berdasarkan hasil rakor, Jumat (6/3/2020), saya akan mengambil kebijakan,” kata Bupati Bangli, I Made Gianyar kepada media setempat.
Namun, Bupati belum bisa memastikan apakah kebijakan itu akan menunda retribusi atau tidak. Ia mengatakan bahwa kebijakannya tidak boleh tergesa-gesa.
Saat ini, seperti sejumlah destinasi penting lainnya di Indonesia, Provinsi Bali sangat mengandalkan kunjungan wisatawan dalam negeri. Tiket pesawat yang telah didiskon lewat bantuan subsidi dari pemerintah diharapkan mampu mendorong orang Indonesia untuk berlibur di dalam negeri. Sebagai destinasi favorit, Bali adalah wajah pariwisata Indonesia. Kebijakan retribusi Pemkab Bangli dapat merusak citra pariwisata Bali jika tidak segera diselesaikan.