Hitam Putih Kesenian Jathilan Jaran Kepang

Jathilan jaran kepang adalah suatu bentuk tari yang bersumber dari cerita Panji. (foto-foto: Kuncoro Widyo Rumpoko)

YOGYAKARTA, AKSIKATA.COM – Pernah menonton kesenian kuda lumping? Yaitu suatu tarian yang menggambarkan gerakan-gerakan keterampilan keprajuritan dengan kuda. Kuda lumping merupakan salah satu cabang kesenian yang sudah lama tumbuh dan berkembang diberbagai daerah kabupaten di Jawa Tengah dan dikenal pula dengan kesenian jathilan atau jaran kepang.

Ada banyak cerita terlampir dalam lakon tari jathilan jaran kepang,  salah satunya adalah cerita tentang Panji Asmarabangun. Yaitu putra dari kerajaan Jenggala Manik. Oleh karena yang disampaikan adalah cerita mengenai Panji Asmarabangun maka sudah barang tentu dandanan serta aksesoris yang dikenakan para penari jathilanpun meniru tokoh tersebut. Ada gelang tangan, gelang kaki, ikat lengan, kalung, dan keris. Yang tak bisa ditinggalkan tentu saja adalah mahkota (kupluk Panji).

Sisi-sisi cerita -sebagaimana cerita Panji Asmarabangun tetap ada di semua pakem jathilan, baik pakem ‘klasik’ ataupun pakem “kreasi baru”. Disebut kreasi baru biasanya karena ada tambahan alat gamelan ataupun karya kreasi tambahan para penari.

Pada sisi tambahan gamelan misalnya ditambah alat drum ataupun alat musik lain yang menggabungkan antara pentatonis dan diatonis. Sementara pada tambahan pelaku seni tari jathilan ‘kreasi baru’ ada banyak macamnya. Diantaranya adalah adanya “celeng” (babi), “munyuk” (monyet), dan beberapa penari topeng. Bahkan ada juga jathilan gedruk, yaitu jathilan yang beberapa penarinya mengenakan aksesoris klinthing di kakinya sehingga menimbulkan suara bergemerincing secara kompak.

Pelaku kesenian jathilan ini tak terbatas hanya pada jenis kelamin laki-laki saja, akan tetapi ada perempuan sebagai penarinya. Dan semuanya juga tak bisa lepas dari kejadian ‘ndadi’ alias kerasukan.

 

Jathilan selain sebagai hiburan yang menggabungkan antara gerakan tari dan unsur magis kenyataannya juga menyertakan unsur ritual. Sebagai contoh biasanya seorang pawang jathilan melakukan suatu ritual yang intinya memohon ijin kepada Tuhan agar jalannya pertunjukan lancar, serta mengucapkan “permisi” ‘kulonuwun’ kepada makhluk lain yang berada diseputaran tempat tersebut agar tidak menggangu jalannya pertunjukan.

Baik dalam ritual sebelum pertunjukan pun pada saat pertunjukan berlangsung, disediakan pula sejenis sesaji alias sajen. Maksud dari sesaji ini adalah menyajikan, pun mempersembahkan. Identik dengan kata manembah pun berserah. Jadi sesaji ini lebih pada simbol manembah pun berserah diri kepada Tuhan agar keselamatan tetap melimpah, baik pada para pelaku seni tari jathilan ataupun masyarakat sekitar, serta para penontonnya. (KUNCORO WR)

 

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.