JAKARTA, AKSIKATA.COM- Ketua Masyarakat Pemerhati Kepolisian (MAPOL), Rudi Kabunang, SH, MH menegaskan, sumber daya manusia (SDM) khususnya dari lembaga Kepolisian dan Kejaksaan sangat dibutuhkan dalam Pimpinan (Capim) Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).
Hal tersebut diutarakan Rudi menanggapi Koalisi Kawal Capim KPK yang mempermasalahkan lolosnya sejumlah nama dari intitusi Polri dan Kejaksaan Agung (Kejagung) dalam proses seleksi administrasi capim KPK. Koalisi yang terdiri dari Lembaga ICW dan LBH tersebut meminta Polri dan Kejagung memperbaiki terlebih dahulu internal lembaga mereka.
“KPK adalah lembaga penegak hukum, penegak hukum itu butuh sumber daya manusia yang ahli dan praktek serta pengalaman dalam bidang penegakan hukum, baik itu penyelidikan dan penyidikan. SDM di kepolisian adalah SDM yang paham tentang penyelidikan dan penyidikan, dalam hal penegakan hukum. Jadi kita membutuhkan itu,” ujar Rudi kepada wartawan di Jakarta, Rabu (17/7/2019).
“Kita mengetahui bahwa Polri, sudah berubah dalam kinerjanya sebagai pengemban tugas menjaga keamanan dan ketertiban masyarakat, di samping sebagai pelayan, pelindung, pengayom masyarakat serta sebagai penegak hukum, dengan cara profesional, transparan, humanis dan akuntabel,” tambahnya.
Rudi menegaskan bahwa, semua orang boleh dan berhak mencalonkan dan dicalonkan dalam bursa Capim KPK tersebut. Seyogyanya kata Rudi, semua pihak harus menghormati dan mendorong setiap masyarakat yang mempunyai kemampuan di bidang penegakkan hukum untuk mencalonkan diri sebagai capim KPK, sesuai aturan yang telah ditentukan.
“Sebagai warga masyarakat yang baik, kita percayakan kepada Ketua pansel DR Yenti Garnasih dan anggotanya, untuk menyeleksi calon pimpinan KPK secara ketat, untuk menghasilan pimpinan KPK yang bisa dibanggakan dan dicintai masyarakat, bangsa dan negara,” imbuhnya.
Rudi yang juga Advokat ( KAI) ini mengapresiasi sejumlah tokoh dari kalangan kepolisian dan kejaksaan yang berani mencalonkan diri untuk menjadi pimpinan lembaga antirasuah itu.
“Adanya pencalonan dari tubuh Polri dan Kejaksaan kami sangat mengapresiasi itu karena lembaga ini lembaga penegak hukum. Butuh SDM dari Kepolisian dan kejaksaan. Karena pihak kepolisian selama ini sdh berpengalaman dlm tugas dibidang penyelidikan dan penyidikan termasuk tindak pidana Korupsi, sedangkan kejaksaan berpengalaman tugasnya dibidang penuntutan atau membuat dakwaan begitu,” tegasnya.
Rudi pun tak setuju dengan pendapat Indonesia Corruption Watch yang menghubungkan pencalonan pimpinan KPK dengan penyelesaian kasus Novel Baswedan. Menurut Rudi, pendapat tersebut sangat tidak relevan. Akan tetapi kata Rudi, ICW harus memahami bahwa tidak setiap tindak pidana bisa terungkap.
“Tidak relevan sama sekali. Karena penegakan hukum dalam perkara novel baswedan itu sedang dlm proses. Terus sudah dibentuk TGPF (Tim Gabungan Pencari Fakta) dalam perkara tersebut dan kita percayakan kepada tubuh Polri untuk pengungkapan kasus tersebut,” tegasnya.
Rudi juga geram dengan rekomendasi ICW yang menyarankan Polri dan Kejagung untuk menarik kembali perwakilannya yang mengikuti seleksi Capim KPK. Rudi menilai ICW tidak mempunyai kewenangan dalam proses pencalonan tersebut.
“ICW itu punya kewenangan apa menyuruh menarik proses pencalonan dari Sumber daya manusia kepolisian. Dia tidak punya kewenangan apa pun. Saya menyarankan kalau mau semua anggota ICW itu ikut mendaftar diri supaya kita mendapatkan SDM yang bagus, berprestasi, yang punya kapasitas dalam penegakan hukum,” tukasnya.
Sebelumnya diberitakan, Peneliti Indonesia Corruption Watch (ICW) Kurnia Ramadhana menyampaikan, institusi Polri punya Pekerjaan Rumah (PR) besar dalam menyelesaikan kasus Novel Baswedan. Menurutnya, dua tahun lamanya Polri belum juga membongkar pelaku penyerangan terhadap penyidik senior KPK itu.
“Bagaimana mungkin Kapolri mau mengirimkan Capim KPK tapi kasus Novel belum selesai? Ini sudah rentang waktu dua tahun dan tidak bisa lagi di toleransi,” kata Kurnia di kantor LBH Jakarta, Selasa (16/7).
Kurnia menegaskan, Polri seharusnya dapat memperbaiki lembaganya. Sebab, kata Kurnia, KPK dibentuk lantaran tidak adanya ketegasan Polri terhadap masalah pemberantasan korupsi.
Sementara mengenai kinerja Kejagung, Kurnia menyoroti, baru-baru ini ada oknum jaksa yang tertangkap tangan operasi KPK. Sebagaimana diketahui, KPK menetapkan Aspidum Kejati DKI Jakarta, Agus Winoto, sebagai tersangka penerima suap.
“Ini sebenarnya mengonfirmasi kekhawatiran publik bahwa Kejaksaan belum mampu menangani isu pemberantasan korupsi,” tegas Kurnia.
Oleh karena itu, Kurnia menyarankan Polri dan Kejagung untuk menarik kembali perwakilannya yang mengikuti seleksi Capim KPK. Bahkan ketika terpilih, ia menyarankan yang bersangkutan mundur dari kursi pimpinan KPK. “Harus menarik kembali wakilnya di Capim KPK, kalau pun terpilih harus mundur,” tegasnya.
Sementara itu, Direktur LBH Jakarta Arif Maulana menyampaikan, kinerja pemberantasan korupsi akan semakin sulit, karena Presiden Joko Widodo dalam pidatonya pada acara ‘Visi Indonesia’ tidak secara tegas mendukung kinerja pemberantasan korupsi.
“Tidak ada satupun upaya menegakkan hukum untuk memberantas korupsi, yang ada hanya pungli. Pungli itu jauh dari korupsi, risikonya luar biasa dari para pejuang antikorupsi,” ucap Arif.
Selain itu, Arif pun menilai hal ini dibuktikan dengan komposisi Pansel Capim KPK. Ia menilai, komposisinya tidak menunjukkan komitmen dalam hal pemberantasan korupsi.
“Ini terlihat bagaimana pemerintah menyikapi KPK, terbaru bagaimana Presiden memilih Pansel KPK,” pungkasnya. (Holang)