JAKARTA, AKSIKATA.COM – Demo besar-besaran yang berujung pada kerusuhan di Jakarta, 22 Mei 2019 lalu rupanya ada yang merencanakan. Setidaknya, demikian diungkap Menteri Koordinator bidang Politik, Hukum, dan Keamanan (Menko Polhukam) Wiranto, Selasa (28/5/2019).
“Ada kesamaan pengkondisian untuk pengumpulan massa demo di Jakarta pada aksi 22 Mei dengan aksi 212 yang lalu,” kata Wiranto. “Namun pengumpulan massa besar gagal karena penyekatan dan himbauan dari unsur pimpinan di daerah cukup efektif,” sambungnya.
Diterangkan Wiranto, jauh hari sebelum pengumuman hasil Pemilu, Amin Rais telah mengeluarkan pernyataan untuk melakukan people power apabila ada kecurangan dan kalah dalam Pemilu.
Tujuan dari demo akbar itu adalah menolak hasil Pemilu, mendelegitimasi penyelenggara Pemilu, mendelegitimasi Pemerintah, mendiskualifikasi pasangan calon (paslon) 01, dan menetapkan paslon 02 sebagai pemenang Pemilu.
Pada tahap awal demo berjalan damai, sesuai aturan. Namun tahap berikutnya, berlangsung brutal, lewat waktu yang diizinkan, menyerang petugas dengan berbagai alat, seperti batu, bambu runcing, petasan besar dan bom molotov.
“Ada dugaan kuat bahwa demo anarkis sengaja dilakukan untuk memancing aparat bertindak over reactive, sehingga menimbulkan korban dari pendemo,” ujar Wiranto seperti dikutip dari situs resmi sekretariat kabinet.
Aparat keamanan sendiri cukup sabar menghadapi pendemo, namun perlu bertindak tegas menghadapi massa beringas, anarkis yang akan membakar Bawaslu.
Menko Polhukam menilai, saat ini sedang terjadi operasi bangun opini untuk menyudutkan aparat keamanan dan menuduh aparat keamanan bertindak sewenang-wenang.
Adapun terjadinya korban, menurut Menko Polhukam Wiranto, sangat kuat adanya dugaan bahwa diciptakan korban, sebagai martir. Dengan adanya martir, akan menyulut emosi massa untuk lebih beringas melakukan aksinya, dan memperbesar aksi melawan Pemerintah dengan menduduki KPU, Bawaslu, DPR dan Istana.
“Tujuan akhir akan memakzulkan Presiden Jokowi sebagai Kepala Negara dan Kepala Pemerintahan,” jelas Menko Polhukam.
Menurut Menko Polhukam, tidak dilaporkan adanya korban tembakan di arena demo karena aparat keamanan tidak dilengkapi dengan senjata api berpeluru tajam.
Diakuinya, korban luka-luka di kalangan massa pendemo maupun aparat keamanan memang ada, akibat benturan yang cukup keras yang disulut oleh massa beringas dari pihak pendemo.
“Senjata api yang diduga akan digunakan menembak massa pendemo, keburu dapat diamankan aparat kepolisian dari pihak pendemo,” ungkap Wiranto.
Sangat boleh jadi terjadi saat perusuh menyerang di beberapa lokasi di Jakarta, terutama asrama dan kantor-kantor Polisi.
Ia mengingatkan, dalam keadaan gelap, larut malam, secara mendadak para preman bayaran dengan berbagai senjata menyerang asrama Brimob di Petamburan yang juga dihuni keluarga dan anak-anak mereka, membakar mobil dinas dan pribadi.
“Maka terjadi konflik yang cukup keras tatkala pasukan Brimob bertahan, di situlah sangat mungkin terdapat korban yang meninggal dunia,” kata Menko Polhukam.
Selain itu, menurut Menko Polhukam, serangan perusuh di tempat lainnya juga sangat mungkin menimbulkan korban meninggal.
Dari fakta awal yang ditemukan, bekas tembakan, selongsong peluru, arah peluru, arah tembakan dan perkenaan, ada kencenderungan bukan dari senjata organik Polri. Namun saat ini Polri sedang membentuk TPF (Tim Pecari Fakta) guna mencari kebenaran.